Pemimpin Muda

Pemimpin Muda

Student Government Sebagai Pilihan Gerakan

on Minggu, 10 Mei 2009

Disampaikan dalam Pelantikan Pengurus Partai Gerbang. Masjid Nurul Huda UNS, 20 Maret 2009. Referensi : makalah Student goverment, konsep, fungsi, peranIdan Urgensi Berpolitik di Kampus,Amin Sudarsono, Presiden Partai PAS 2001-2003, Ketua Departemen Kajian Strategis KAMMI DIY 2004-2006


“Aku ingin agar mahasiswa-mahasiswa ini menyadari bahwa mereka adalah “the happy selected few” yang dapat kuliah dan karena itu mereka harus juga menyadari dan melibatkan diri dalam perjuangan bangsanya.”
(Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran)

Mengapa kita berpolitik di kampus? mengapa harus ada BEM dan Partai Mahasiswa? Mengapa kita harus berebut kekuasaan di kampus, apa hubungannya dengan dakwah? Bukankah dakwah cukup hanya dengan LDK (Lembaga Dakwah Kampus)? bukankah gerakan mahasiswa eksternal (KAMMI, HMI, PMII, dll. ...) sudah cukup untuk menjalankan peran sebagai oposisi pemerintah dan penddikan politik masyarakat? Lebih sederhana lagi, mengapa harus ada Partai Gerbang? Bukankah itu justru merepotkan kita karena harus mengalokasikan ’energi’ yang sebenarnya sudah cukup terkuras oleh amanah-amanah yang lain? Padahal banyak mahasiswa yang apatis terhadap politik kampus, terbukti dari tingkat partisipasi pemilih yang rendah dalam Pemilu Raya Mahasiswa.


Itu adalah sebagian kecil dari beragam pertanyaan yang seharusnya dijawab oleh kita para penggerak politik kampus. Aktivitas yang kita lakukan sudah selayaknya didasari dengan pemahaman atau setidaknya dengan pemaknaan (keterlibatan emosi). Tentu akan lebih baik jika keduanya ada.

Perlu ada pembacaan yang utuh dari realitas ’ke-kampusan’ kita serta penafsiran yang sahih terhadap manhaj gerakan.

Tentu kita sangat mafhum, mahasiswa dengan paradigma intelektualitasnya memiliki peran yang strategis dalam melakukan perubahan dalam segala dimensi. Kemurnian gerakannya terletak pada integritas moral. Gerakan mahasiswa memiliki posisi tawar yang sejajar dengan kekuatan politik apapun. Maka sudah selayaknya mahasiswa baik secara personal maupun secara kolektif memiliki peran yang signifikan dalam peradaban sebuah bangsa. Selayaknya pula sejarah selalu dicatat dari mahasiswa sebagai titik awalnya.

Dari sinilah, kita mengenal yang namanya gerakan mahasiswa. Ia adalah gerakan moral, gerakan politik, sekaligus gerakan sosial, yang dibingkai dengan intelektualitas. Ia adalah gerakan ide. Ide yang bergerak, bukan sekedar mobilitas atau perpindahan tempat secara fisik. Kalaupun ada gerakan fisik, tidak lain adalah transformasi dari ide-ide genuine mahasiswa itu sendiri dan selalu berorientasi pada perubahan.

Menilik pada sejarah, gerakan mahasiswa selalu mempunyai peran strategis, kontributif terhadap perubahan dan mampu untuk mengkonsolidasikan kekuatan di luar dirinya.

Dari sejarah pula kita lihat catatan kelam bagaimana pemerintah berupaya memberangus dan mencengkeramkan hegemoninya di tubuh gerakan mahasiswa. Doed Yoesoef—menteri P dan K saat itu—mendepolitisi kehidupan kampus lewat NKK/BKK pada 1978. Melalui NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus), kehidupan kampus hanya dibatasi pada kegiatan-kegiatan akademik, minat bakat, kerohanian, dan penalaran. Aktivitas-aktivitasnya jauh dari permasalahan riil yang terjadi di masyarakat. Sedikit ’bergerak’ akan dituduh terlibat politik praktis dan jauh dari kerangka ilmiah.

Setelah pembubaran Dema (Dewan Mahasiswa) tahun 1998 peranan gerakan intra kampus digantikan oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Dari sinilah student goverment menjadi wacana berikutnya dalam pelembagakan gerakan mahasiswa.

Sekarang, PP No. 61 tahun 1999, tentang Otonomi Kampus telah dikeluarkan. Meskipun berbeda dengan NKK/BKK, tapi kita masih melihat spirit yang sama. Kehidupan kampus di-’normal’-kan, dengan menjauhkan mahasiswa dari permasalahan riil masyarakat. Para mahasiswa diarahkan menjadi ’insan akademis’ yang hanya mementingkan nilai dan berlomba lulus secara instan. Sementara gerakan mahasiswa dituduh terlibat politik praktis.

Dalam kondisi seperti ini, student goverment diharapkan mampu menjadi solusi tawar. Student goverment diartikan sebagai pemerintahan mahasiswa yang tidak lain adalah pelembagaan gerakan mahasiswa atau gerakan mahasiswa yang dilembagakan.

Karena ia adalah penjelmaan dari gerakan mahasiswa, maka student goverment setidaknya memiliki lima prinsip dasar. Moralitas, intelektualitas, politis, independen, dan posisi tawar yang sejajar.

Moralitas berkaitan dengan status mahasiswa sebagai kaum terdidik. Intelektualitas menginginkan peran mahasiswa dengan basis keilmuannya mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan masyarakat. Politis bukan berarti berorientasi pada politik praktis. Tapi lebih diarahkan pada politik ’ekstra parlementer’ dengan menjadi oposisi konstruktif dan melakukan pendidikan politik masyarakat.

Independen berarti gerakan mahasiswa atau student goverment harus memiliki afiliasi bukan kepada kelompok tertentu terutama di luar mahasiswa, tapi kepada nilai-nilai universal dan ide genuine dari mahasiswa itu sendiri. Sejajar artinya gerakan mahasiswa memiliki posisi tawar yang sejajar dengan kekuatan politik manapun.

Kalau memang student goverment mampu menjadi solusi, lalu seperti apa format student goverment yang ideal?. Setidaknya ada tiga tawaran bentuk student goverment yang bisa diterapkan. Pertama, student goverment dengan mengambil alih kekuasaan negara. Kedua, student goverment yang diberi ruang untuk ikut menentukan kebijakan meskipun hanya sebagian dengan masuk sistem negara. Ketiga, student goverment sebagai wadah gerakan mahasiswa engan mengambil bentuk sama atau hampir sama dengan negara.

Dalam konteks Indonesia yang ke-tiga inilah yang diambil paskareformasi. Maka jangan heran, kalau ada partai politik di kampus. Ia hanyalah salah satu bagian dari sistem pemerintahan mahasiswa. Bagaimana gerakan dakwah mengambil peran? Di sinilah, seharusnya kita mampu melakukan penafsiran yang sahih dari manhaj gerakan dakwah itu sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar